AKU AKAN BERJALAN WALAU SERIBU ARAL 'KAN MERINTANG

Senin, 20 Februari 2012

AHLUL BAIT NABI

A. DEFINISI

Ahlul bait Nabi adalah mereka yang haram menerima zakat dan shodaqoh yaitu keturunan Rasulullah , para istri beliau, dan semua muslim serta muslimah dari keturunan ‘Abdul Muththalib yakni mereka semua dari Bani Hasyim.
Oleh karena itu dari pengertian diatas, Ahlul bait mencakup
1. Istri-istri nabi saw.
2. Anak-anak nabi saw dan keturunannya.
3. Keluarga Ali bin Abi Thalib.
4. Keluarga Ja’far bin Abi Thalib.
5. Keluarga ‘Aqil bin Abi Thalib.
6. Keluarga‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib.

Al-‘Allamah Ibnu Qayyim al-jauziyah berkata dalam kitabnya, Jala’ al-Afham:
وهذا القول في الآل أعني أنهم الذين تحرم عليهم الصدقة هو منصوص الشافعي وأحمد والأكثرين وهو اختيار جمهور أصحاب أحمد والشافعي
“Dan pendapat tentang Ahlul Bait ini, yakni bahwa mereka adalah yang haram menerima shodaqoh, itulah yang dinyatakan oleh asy-Syafi’i, Ahmad dan mayoritas ulama’. Dan ia adalah pendapat yang dipilih oleh jumhur murid-murid Ahmad dan asy-Syafi’i.”

B. KEDUDUKAN AHLUL BAIT DALAM ISLAM

a. Rasulullah mewasiatkan kepada umatnya untuk memuliakan ahlul Bait-nya

Ahlul bait Nabi memiliki kedudukan tersendiri dalam Islam dan memiliki hak-hak yang lebih daripada kaum muslimin umumnya. Ini semua dikarenakan kekerabatan mereka dengan Rasulullah . Memuliakan mereka termasuk memuliakan Rasulullah , sedangkan menyakiti mereka termasuk menyakiti Rasulullah . Karena pentingnya hal ini maka Nabi tidak lupa berwasiat kepada umatnya agar menjaga Ahlul bait-nya.

Rosululloh saw bersabda “…Dan Ahlul bait-ku. Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul bait-ku, Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul bait-ku, Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul bait-ku….” (HR. Muslim)
b. Wajib Bagi Umatnya Mencintai Dan Memuliakan Mereka
Rosululloh saw bersabda, “Demi Allah Yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah keimanan masuk dalam hati seseorang hingga ia mencintai kalian karena Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian beliau juga bersabda, “Wahai sekalian manusia, barangsiapa menyakiti pamanku maka ia telah menyakitiku, karena sesungguhnya paman seseorang itu seperti ayahnya sendiri.” (HR. Tirmidzi dan ia berkata, Hadits hasan shahih)
Hadits tersebut menegaskan bahwa tidaklah beriman seseorang dengan keimanan yang sempurna hingga ia mencintai keluarga Nabi karena dua hal:
Pertama: Mendekatkan diri kepada Allah dengan mencintai mereka dikarenakan mereka adalah para kekasih Allah.
Kedua: Karena mereka adalah kerabat Rasulullah , sehingga dengan mencintai mereka akan mem-buat ridha Rasulullah dan memuliakan beliau.

c. Ahlul bait memiliki Kemuliaan Dalam nasab mereka

Tentang kemuliaan nasab Bani Hasyim, telah diriwayatkan sebuah hadits yang shahih. Dari Watsilah bin al-Asqa’ ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
« إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ ».

“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari anak keturunan Isma’il dan memilih Quraisy dari keturunan Kinanah serta memilih Bani Hasyim dari Quraisy lalu memilihku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak ada nasab yang lebih mulia selain dari nasab Ahlul bait. Karena, mayoritas mereka adalah dari Bani Hasyim. Sedangkan Allah telah memilih Bani Hasyim dari sekalian suku.
Di antara keistemewaan yang Allah berikan kepada Ahlul bait Nabi adalah bahwa pertalian nasab mereka dengan Nabi tidak akan terputus pada hari kiamat, di saat mana semua nasab akan terputus ketika itu. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah bersabda:
وَإِنَّ الأَنْسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَنْقَطِعُ غَيْرَ نَسَبِي وَسَبَبِي وَصِهْرِي
“Dan sesungguhnya nasab itu pada hari kiamat akan terputus kecuali nasabku dan pertalian nikah serta perbesanan denganku.” (HR. Ahmad)
d. Shodaqoh Tidak Diperkenankan Untuk Mereka Dikarenakan Keluhuran Maqom Mereka

Allah telah mengkhususkan Ahlul bait dengan beberapa hukum syar’i seperti diharam-kannya zakat dan shodaqoh untuk mereka sebagai penghormatan bagi mereka. Kemudian sebagai gantinya, Allah mewajibkan disalurkannya sebagian ghanimah yang didapat dari jihad untuk mereka.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ أَخَذَ تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ ، فَجَعَلَهَا فِى فِيهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْفَارِسِيَّةِ « كَخٍ كَخٍ ، أَمَا تَعْرِفُ أَنَّا لاَ نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ »
Dari Abu Hurairah bahwasanya Hasan bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma shodaqoh lalu meletakkannya di mulutnya. Maka Nabi bersabda dengan ungkapan berbahasa Persia, “Kakh… kakh…, apakah engkau tidak tahu bahwa kita tidak memakan shodaqoh?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata ‘kakh… kakh…” dalam hadits tersebut –seperti dijelaskan oleh sebagian ulama- adalah suatu ungkapan yang maksudnya untuk mencegah anak kecil dari memakan sesuatu dan agar ia mengeluarkannya kembali dari mulutnya. Ini adalah dalil yang jelas tentang haramnya shodaqoh dan zakat atas Nabi dan para Kerabatnya.

e. Haramnya Menikahi Istri-Istri Rasulullah

Di antara kekhususan yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap Ahlul bait Rasul-Nya adalah bahwa istri-istri beliau haram dinikahi oleh seorang pun di antara umatnya.
Allah berfirman:
"Tidak boleh kalian menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. al-Ahzab: 53)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini:
وَلِهَذَا أَجْمَعَ العُلَمَاءُ قاَطِبَةً عَلَى أَنَّ مَنْ تُوُفِّيَ عَنْهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَزْوَاجِهِ أَنَّهُ يَحْرُمُ عَلىَ غَيْرِهِ تَزْوِيْجُهَا مِنْ بَعْدِهِ؛ لأَنَّهُنَّ أَزْوَاجُهُ فِي الدُّنْياَ وَالآخِرَةِ وَأُمَّهاَتُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Oleh karena itu, seluruh ulama telah bersepakat-bulat (ijma’) bahwa para istri Rasulullah yang ditinggal wafat oleh beliau haram untuk dinikahi oleh siapapun sepeninggal beliau. Karena, mereka itu adalah para istri beliau di dunia dan di akhirat serta para ibunda orang-orang yang beriman.”
Hikmah dari diharamkannya menikahi isri-istri Rasulullah adalah karena seorang wanita muslimah kelak di surga akan bersama suaminya yang terakhir.

Isteri- isteri Rasulullah saw :

1. Khadijah binti Khuwailid r.a.
2. Saudah binti Zum'ah r.a.
3. Aisyah binti Abu Bakar r.a.
4. Hafsah binti Umar Al-Khattab r.a.
5. Zainab bin Jahsyin r.a.
6. Zainab binti Khuzaimah r.a.
7. Ummu Salamah (Hindon binti Abi Umaiyah) r.a.
8. Ummu Habibah (Ramlah binti Abi Sufyan) r.a.
9. Juwairiyah binti Al-Harith r.a.
10. Maimunah binti Al-Harits-
11. Safiah binti Huyai bin Ahtab r.a.
12. Mariyah Al-Qibtiyah

C. KEWAJIBAN UMAT TERHADAP AHLUL BAIT

a. Mencintai ahlul bait semuanya dan tidak membeda-bedakan atau membatasi tanpa alasan yang benar. Sebagaimana orang-orang syiah membatasi ahlul bait sebatas keluarga Ali bin Abi Thalib saja.
b. Menjunjung tinggi ahlul bait dan tidak mengkafirkan atau mencelanya.
c. Menjaga lisan dari menuduhnya berbuat keji. Sebagaimana orang munafik yang menuduh Aisyah telah berzina. Atau sebagaimana yang yang dikatakan orang syiah bahwa Aisyah adalah seorang yang kafir. Naudzubillhi min dzalik.
d. Menjauhi bersikap ghuluw terhadap ahlul bait. Seperti menganggap mereka ma’sum atau bahkan menuhankannnya.
e. Membelanya dari orang-orang yang benci ketika merendahkan, melecehkan atau bahkan mengkafirkannya.

D. HUBUNGAN ANTARA SAHABAT NABI DENGAN AHLUL BAIT

Hubungan antara para sahabat dan Ahlul bait Nabi tetap berjalan harmonis setelah wafatnya Rasulullah dan kekhilafahan dipegang oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Sebuah fakta historis menyatakan bahwa bahwa Ali senantiasa shalat berjama’ah di belakang Abu Bakar setelah wafatnya Nabi dan pada suatu hari selepas shalat Asar mereka berdua berjalan bersama lalu melewati Hasan bin Ali yang ketika itu sedang bermain bersama rekan-rekan kecilnya, maka Abu Bakar mengangkat Hasan dan menggendongnya.
Bukhari meriwayatkan dari Uqbah bin Harits yang berkata:
صَلَّى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الْعَصْرَ ، ثُمَّ خَرَجَ يَمْشِى فَرَأَى الْحَسَنَ يَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ ، فَحَمَلَهُ عَلَى عَاتِقِهِ وَقَالَ بِأَبِى شَبِيهٌ بِالنَّبِىِّ لاَ شَبِيهٌ بِعَلِىٍّ، وَعَلِىٌّ يَضْحَكُ

“Abu Bakar shalat Asar kemudian keluar berjalan lalu melihat Hasan yang sedang bermain-main bersama anak-anak kecil, maka ia mengangkatnya ke pundaknya seraya berkata, ‘Ayahku menjadi tebusannya, ia mirip Nabi, bukan mirip Ali,” sementara Ali tertawa.” (HR. Bukhari)
Dalam Musnad Imam Ahmad, dijelaskan bahwa peristiwa itu terjadi beberapa malam setelah wafatnya Rasulullah . Uqbah bin Harits berkata:
خَرَجْتُ مَعَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مِنْ صَلَاةِ الْعَصْرِ بَعْدَ وَفَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلَيَالٍ وَعَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلَام يَمْشِي إِلَى جَنْبِهِ فَمَرَّ بِحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَلْعَبُ مَعَ غِلْمَانٍ فَاحْتَمَلَهُ عَلَى رَقَبَتِهِ وَهُوَ يَقُولُ وَا بِأَبِي شَبَهُ النَّبِيِّ لَيْسَ شَبِيهًا بِعَلِيِّ قَالَ وَعَلِيٌّ يَضْحَكُ
“Aku keluar bersama Abu Bakar selepas shalat Asar beberapa malam setelah wafatnya Nabi , sementara Ali alaihis salam berjalan di sampingnya. Lalu Abu Bakar lewat di samping Hasan bin Ali yang sedang bermain dengan teman-teman kecilnya, maka Abu Bakar mengangkatnya di atas lehernya seraya berkata, ‘Ayahku menjadi tebusannya, ia mirip Nabi, bukan mirip Ali,’ sementara Ali tertawa.” (HR. Ahmad)
Fakta ini menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidaklah memisahkan diri dari jama’ah para sahabat, bahkan ia senantiasa shalat berjama’ah bersama mereka dan tetap bersahabat dengan Abu Bakar ash-Shiddiq .

Tidak ada komentar: